Selasa, 11 Desember 2012

terapi endovaskular


Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang  merupakan problem kesehatan masyarakat di Indonesia terutama di kota-kota besar, yang meningkatkan menyertai adanya perubahan pola hidup masyarakat. Di Jakarta, penelitian  epidemiologis pada penduduk yang dilakukan pada tahun 1982 mendapatkan prevalensi DM usia diatas 15 tahun sebesar 1,7%, dan pada penelitian tahun 1993 meningkatkan menjadi 5,7%. Jika tidak dikelola dengan baik DM dapat mengakibatkan komplikasi kronik, baik kompikasi mikrovaskular yang dapat mengenai mata dan ginjal, maupun komplikasi makrovaskular yang terutama mengenai pembuluh darah jantung, otak, dan pembuluh darah tungkai bawah.

Definisi penyakit arteri perifer menurut kriteria ACC/ AHA 2005 adalah semua penyakit yang mencakup sindroma arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi arteri yang mengaliri otak, organ viseral, dan ke empat ekstremitas.

Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia diatas 40 tahun adalah atherosklerosis. Insiden tertinggi timbul pada dekade ke enam dan tujuh. Prevalensi penyakit atherosclerosis perifer meningkat pada kasus dengan diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia dan perokok.

Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada tujuh juta pasien DM yang harus dikelola di seluruh Indonesia. Antisipasi ke arah tersebut harus dimulai dari saat ini, karena kalau tidak dikerjakan dengan baik penyulit kronik akibat DM akan merupakan beban yang sangat berat untuk ditanggulangi.   Dari bebe­rapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-40 hari.

Beberapa pusat penelitian di Indonesia mendapatkan angka kematian ulkus/ gangrene diabetes berkisar antara 17-32% sedangkan laju amputasi antara 15-30%. Nasib pasien pasca amputasi juga tidak menggembirakan. Dalam satu tahun pasca amputasi 14,8% meninggal, meningkatkan menjadi 37% dalam pengamatan selama tiga tahun. Rerata umur pasien hanya 23.8 bulan pasca amputasi.

Banyak faktor yang saling terkait berpengaruh pada timbulnya ulkus/ gangrene diabetes antaranya, yang dianggap terpenting adalah neuropati, infeksi, dan kelainan vaskular. Demikian pula faktor vaskular, dipengaruhi oleh  tekanan da­rah, pengendalian glukosa darah, umur dan derajat kegiatan kegiatan jasmani. Sedangkan faktor infeksi dipengaruhi oleh respons imun pasien dan macam mikrobanya.

Di negara yang lebih maju, walaupun angka kematian maupun laju amputasi sudah dapat ditekan serendah mungkin, kaki diabetes masih merupakan problem yang memerlukan perhatian khusus. Di klinik, dengan dilakukannya penyuluh­an dan pengelolaan serta pendekatan terpadu kasus kaki diabetes yang baik, angka kematian dan laju amputasi para pasien kaki diabetes dapat diturunkan sampai 50% dibandingkan sebelumnya.  



Patofisiologi

Mekanisme terjadinya atherosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koronaria. Lesi segmental yang me­nyebabkan  stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak atherosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis disana-sini, fragmentasi lamina elastika internaL, dan dapat terjadi thrombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simtomatik), arteri femoralis dan poplitea (80 – 90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40 – 50%).  Proses atherosklerosis lebih sering terjadi pada  percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat, kerusakan tunika intima.  Pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan diabetes mellitus.

Diagnosis

Gejala Klinis

Kurang dari 50 % pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang lambat atau berat, bahkan  sering kali   tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktivitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat. Lokasi klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempit­an atau sumbatan.

Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pembuluh darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering terjadi pada tungkai bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah, sering kali menjadi berat timbul iskemi kritis tungkai bawah (critical limb iskhemia).  Dengan gejala klinis nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki. Sering kali gejala tersebut muncul malam hari ketika sedang tidur dan membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemi berat nyeri dapat menetap walaupun sedang istirahat. Kira-kira 25% kasus iskemia akut disebabkan oleh emboli. Sumber emboli biasanya dapat diketahui. Paradoksikal emboli merupakan salah satu penyebab yang tidak dapat terlihat de­ngan cara angiografi disebabkan karena lesi ulseratif yang kecil atau karena defek septum atrial. Penyebab terbanyak kedua penyakit arteri iskemi akut  adalah thrombus.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah pe­nurunan atau hilangnya perabaan nadi  pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap, suhu kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian dapat terjadi gangren dan ulkus. Jika tungkai diangkat/ elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki, akan menjadi pucat.  

Berbagai faktor berpengaruh pada terjadinya penyulit. Secara garis besar faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyulit DM dapat dibagi menjadi:

• Faktor genetik.

• Faktor vascular.

• Faktor metabolik – faktor glukosa darah dan metabolit lain yang abnormal.



Pemeriksaan Noninvasif

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis PAD diperlukan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan ultrasonografi doppler dengan menghitung Ankle Brachial Index (ABI) sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer. Sering kali PAP tidak ada keluhan klasik klaudikasio.  Hal tersebut bisa terjadi karena penyempitan terbentuk per­lahan-lahan dan sudah terbentuk kolateral dan untuk mengetahuinya diperlukan pemeriksaan sistem vaskular perifer, pengukur­an tekanan darah segmental (pada setiap ekstremitas), diperiksa ultrasonografi doppler vaskular dan diperiksa ABI pada setiap pasien yang berisiko PAP.  Selain itu juga dapat diperiksa rekaman volume nadi secara digital, oximetri transkutan,  stress tes dengan menggunakan treadmill, dan tes hiperemia reaktif.  Jika pada pemeriksaan tersebut ditemukan tanda PAD, aliran atau volume darah akan berkurang ke kaki, sehingga gambaran velocity doppler menjadi mendatar, dari duplex ultrasonografi dapat ditemukan lesi penyem­pitan pada arteri atau graft bypass.  

Tekanan arteri dapat direkam disepanjang tungkai de­ngan memakai manset spygmomanometrik dan menggunakan alat doppler untuk auskultasi atau merekam aliran darah. Normal tekanan sistolik disemua ekstremitas sama. Tekanan pada pergelangan kaki sedikit lebih tinggi diban­dingkan tangan. Jika terjadi stenosis yang signifikan, tekanan darah sistolik di kaki akan menurun.  Jika dibandingkan rasio tekanan arteri pergelangan kaki dan tangan, yang po­puler dengan nama Ankle Brachial Index  (ABI), pada keadaan normal ABI > 1, de­ngan kelainan PAD  ABI < 1, dan dengan iskemi berat  ABI < 0,4.

Tes treadmill dapat menilai kemampuan fungsional secara objektif. Penurunan rasio ankle-brachial segera setelah latihan mendukung untuk diagnosis untuk PAD, tentunya disertai dengan keluhan klinis yang sebanding.

Elektrokardiografi untuk menilai aritmia atau kemungkinan infark lama. Ekokardiografi 2 dimensi untuk menilai ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi, kelainan katup, evaluasi gerak dinding ventrikel, mencari trombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.  Arteriografi dapat mengetahui de­ngan jelas tempat sumbatan dan penyempitan.

Kaki Diabetes

Kaki diabetes merupakan salah satu penyulit DM yang paling ditakuti. Nasib pasien DM dengan persoalan kaki umumnya masih mengecewakan, baik bagi pasiennya sendiri, maupun bagi dokter yang meng­obatinya. Biaya yang harus ditanggung untuk mengatasi persoalan kaki diabetes sangat besar apalagi kalau juga dihitung kerugian dan biaya tidak langsung akibat kecacatan dan ketidakhadiran pasien dari pekerjaannya.   Di Amerika Serikat, persoal­an kaki diabetes merupakan sebab utama perawatan bagi pasien DM. Penelitian selama 4 tahun, 16% perawatan DM adalah akibat persoalan kaki diabetes dan 23% dari total hari perawatan adalah akibat persoalan kaki diabetes. Perawatan primer karena kaki DM merupakan 1,2 % total pe­rawatan. Diperkirakan sebanyak 15% pada pasien DM akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam kehidupannya bersama DM. Keberhasilan pengelolaan tukak diabetes berkisar antara 57-94%, bergantung pada besarnya tukak tersebut. Kebanyakan pasien, sedikit atau pun banyak kemudian juga akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi.

Pengelolaan Holistik Ulkus Diabetik

Terdiri dari metabolic control, wound control, microbiological control, infection control, vascular control, mechanical control, pressure  control dan education control.

a. Metabolic control

1. Efek hiperglikemia terhadap penyembuh­an luka: gangguan proses penyembuhan luka, gangguan pada fungsi fagosit sel darah putih.

2. Pengendalian faktor-faktor lain: Hipertensi, Hiperkolesterolemia, Gangguan elektrolit, Anemia, Gangguan fungsi ginjal, Infeksi penyerta pada paru-paru

b. Wound control

Terdiri dari: Debridement dan nekrotomi, pembalutan, obat untuk mempercepat penyembuhan, jika diperlukan dengan tindakan operatif. Indikasi operasi  jika  Jaringan nekrosis yang makin luas, Asending infection, Osteomie­litis, dan koreksi deformitas.

c. Infection control

Antibiotik adekuat disesuaikan pemeriksaan kultur pus. Terapi empirik sesuai multiorganism, anaerob, aerob, Mengatasi infeksi sistemik di tempat lain.

d. Vascular control

Pemeriksaan kondisi pembuluh darah meliputi: Ankle Brachial Index, Trans cutaneus oxygen tension ( TcPO2), Toe pressure ( N > 30 mmHg )dan  Angiografi.

e. Pressure control

Terdiri dari istirahatkan kaki, hindari beban tekanan pada daerah luka, aktivitas pada kaki mempermudah penyebaran infeksi, gunakan bantal pada kaki saat berbaring untuk mencegah lecet pada tumit, kasur dekubitus. Non weight bearing dengan menggunakan crutches, kursi roda, dan cast.

f. Education control

Diantaranya, pada pasien dan keluarga, Penjelasan tentang penyakitnya, rencana tindakan diagnostik dan terapi, Risiko-risiko yang akan dialami dan prognosis.



Terapi

Macam-macam  terapi terdiri dari  terapi suportif, farmako­logis, intervensi non operasi, dan operasi.  Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi aliran darah ke kulit. Pengobatan ter­hadap semua faktor yang dapat menyebabkan aterosklerosis harus diberikan.

Latihan fisik (exercise), merupakan pengobatan yang pa­ling efektif. Hal tersebut telah dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasi. Setiap latihan fisik berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal.  Program ini dilakukan selama 6 hingga 12 bulan. Hal ini disebabkan karena pening­katan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme mukuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah.

Terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, clopidogrel, pentoxifilline, cilostazol, dan ticlopidine. Obat-obat ter­sebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan dan mengurangi penyempitan. Mengelola faktor risiko, menghilangkan kebiasaan merokok, mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, hiperhomosisteinemia dengan baik.

Terapi intervensi pada kasus kaki diabetik harus segera dilakukan atas indikasi adanya penyakit arteri perifer yang berat dengan keluhan disertai ulkus yang tak kunjung sembuh, atau pada keadaan critical limb ischemia.  Pilihan terapi intervensi dapat dilakukan dengan cara operasi bypass atau intervensi perkutan yang disebut percutaneus transluminal Angioplasty (PTA) atau disebut juga terapi endovaskular.

Pemilihan terapi revaskularisasi operasi atau endovaskular tergantung dari hasil gambaran angiografi. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi  dan derajat beratnya lesi stenosis, oklusi total atau tidak dan lokasinya di proksimal atau distal.  Disamping itu dipertimbangkan juga adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit jantung dan paru, diabetes mellitus dan gangguan fungsi ginjal.

Bidang  terapi endovaskular perkutan telah maju meningkat pesat dalam penanganan pasien dengan penyakit vaskular perifer simptomatik. Sebelumnya dalam prosedur penatalaksanaan kelainan arteri infra­popliteral sangat lambat. Dengan kemajuan teknologi terapi intervensi endovaskular meningkat ke arah keberhasilan teknis yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Penggunaan stent endovaskular mulai aorta, iliaka, sampai femoralis telah banyak dilaporkan sejak lama. Grant & Dimitris,  melaporkan penggunaan drug eluting stent sirolimus untuk kasus Chronic limb ischemia pada arteri infra poplitea telah berhasil digunakan dengan angka restenosis yang rendah.  Di masa datang akan semakin rendah angka amputasi dengan adanya kemajuan di bidang intervensi endovaskular.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar