Kamis, 03 Mei 2012

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF )

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF )  DHF / DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001). ETIOLOGI Penyebab utama : – virus dengue tergolong albovirus Vektor utama : – Aedes aegypti. – Aedes albopictus. Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :

a. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-hari.
b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
c. Penyedaiaan air bersih yang langka. Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena. a. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m. b. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999). PATOFISIOLOGI Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya troMbositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. MANIFESTASI KLINIS Bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil. Dengan adanya gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya DHF seperti adanya gejala pendarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) dan pendarahan lain (epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) yang beraarkan tingkat keparahan yang ditemui dari hasil pemeriksaan darah lengkap. Selain demam dan pendarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran klinis lain yang tidak khas yang biasa dijumpai pada penderita DHF adalah : a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. b. Keluhan pada pencernaan : mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia) diare, konstipasi. c. Keluhan pada sistem tubuh lain : - Nyeri atau sakit kepala. - Nyeri pada otot, tulang, dan sendi (break bone fever) - Nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati - Pegal-pegal pada seluruh tubuh - Kemerahan pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka - Pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan foto fobia. Otot-otot sekitar mata sakit apabila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal. - Trombosit <> Pada penderita yang mengalami renjatan. a. Terdapat sianosis perifer, kulit tersa lembab (terutama pada ujung jari dan bibir), kulit terasa lembab dan dingin. b. Tekanan darah menurun (hipotensi), nadi cepat dan lemah. c. Renjatan terjadi pad waktu demam ataun pada saat demamnya turun antara hri ke-3 dan ke-7, (Noer, 1999). Diagnosis : Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah : a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari. b. Manifestasi pendarahan, termasuk setidaknya uji torniquet (+) dan salah sau benuk lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, pendarahan gusi) hematemesis dan atau melena. c. Pembesaran hati. d. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai Td menurun (sisotol <> KOMPLIKASI a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian. b. Ensepalopati. c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang. d. Disorientasi, prognosa buruk. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah - Trombositopenia ( N : 150.000-400.000/ui ) - Hemokonsentrasi ( N pria : 40-48 Nol % ) - Mas pembekuan normal ( 10-15 ) - Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 ) - Kimia darah : – Hiponatremia. – Hipoproteinemia – Hipokalemia - SGOT, SGPT meningkat ( N <> PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam - Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam - Observasi intik output - Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres - Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus. - Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt. 2. Resiko Perdarahan - Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena - Catat banyak, warna dari perdarahan - Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal 3. Peningkatan suhu tubuh - Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik - Beri minum banyak - Berikan kompres PENGKAJIAN A. Wawancara a. Biodata klien Meliputi identitas pasien dan keluarga. b. Riwayat kesehatan – Riwayat kesehatan sekarang. Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri otot. – Riwayat kesehatan keluarga. Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama. - Riwayat kesehatan dahulu Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama. B. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF) TTV : Biasanya terjadinya penurunan 2) Kepala - Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis - Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor dan hiperemia pada tenggorokan - Leher : Tidak ada masalah - Thorak 3) Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi fleura Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan - Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan limpa 4) Ekstremitas : Nyeri sendi 5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia ASUHAN KEPERAWATAN A. Data Subjektif Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan timbul antara lain : Breath: sesak napas Blood: penurunan trombosit, perdarahan Brain: sakit kepala Blandder: urine menurun Bowel: konstipasi Bone: nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, lemah Anoreksia (tak nafsu makan), mual, haus, sakit saat menelan Demam atau panas B. Data Objektif Data objektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain : § Suhu tubuh tinggi: menggigil; wajah tampak kemerahan (flushimg) § Mukosa mulut kering; perdarahan gusi; lidah kotor (kadang-kadang) § Tampak bintik merah pada kulit (petekie) § kulit, bibir dan lidah menjadi kering; tampak kehausan, sudah lama tidak buang air kecil dan kelenturan kulit menurun C. Diagnosis Keperawatan a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. f.Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus). h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan D. Intervensi a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).  

Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 370C). Pasien bebas dari demam. Intervensi :  

1.Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.  

2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 2,5 liter/24 jam.7)Anjurkan pasien untuk banyak minum Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.  

3. Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.  

4. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.  

5. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi. Nyeri berkurang atau hilang. Intervensi :  

1)Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.  

2)Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri  

3)Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.  

4)Berikan obat-obat analgetik Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien. c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi :  

1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.  

2)Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.  

3)Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .  

4)Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual.  

5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.  

6)Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.  

7)Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Tujuan : Volume cairan terpenuhi. Intervensi :  

1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.  

2)Observasi tanda-tanda syock. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.  

3)Berikan cairan intravena sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.  

4)Anjurkan pasien untuk banyak minum. Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.  

5)Catat intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan. e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi Intervensi :  

1)Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.  

2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.  

3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.  

4)Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien. Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. f.Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Keadaan umum baik. Intervensi :  

1)Monitor keadaan umum pasien Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.  

2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.  

3)Monitor tanda perdarahan. Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.  

4)Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.  

5)Berikan transfusi sesuai program dokter. Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.  

6)Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik. Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin. g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus). Tujuan : – Tidak terjadi infeksi pada pasien. Intervensi :  

1)Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus. Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi. 2)Observasi tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.  

3)Observasi daerah pemasangan infus. Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.  

4)Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis. Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.  
h.Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi :

1)Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.  

2)Anjurkan pasien untuk banyak istirahat Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.  

3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.

4)Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya. Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan. i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien. Tujuan : – Kecemasan berkurang. Intervensi :  

1)Kaji rasa cemas yang dialami pasien. Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.  

2)Jalin hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.  

3)Tunjukkan sifat empati Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.  

4)Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.  

5)Gunakan komunikasi terapeutik Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif. E. Evaluasi a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.  
b.Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.  
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.  
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.  
e.Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.  
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.  
g.Infeksi tidak terjadi.  
h.Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.

Pengobatan Tumor otak


Tumor otak menyebabkan peningkatan intracranial serta tanda dan gejala local sebagai akibat dari tumor yang mengganggu bagian dari spesifik otak. Sesuai dengan hipotesis Monroe-killie yang dimodifikasi, bahwa tengkorak adalah sebuah ruangan kaku yang berisi materi esensial yang tidak dapat tertekan : benda otak, darah dalam vaskuler dan cairan serebrospinal (CSS). Jika salah satu komponen dalam tengkorak volumenya meningkat, TIK akan meningkat, kecuali satu dari komponen lain menurunkan volumenya. Konsekuensinya terdapat perubahan volume otak bila terjadi gangguan seperti tumor otak atau edema serebral ini akan menimbulkan tanda dan gejala peningkatan intracranial. Gejala- gejala peningkatan TIK disebabkan oleh tekanan yang berangsur-angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor. Pengaruhnya adalah gangguan keseimbangan yang nyata antara otak, cairan serebrospinal, dan darah serebral (semua terletak didalam tengkorak). Sebagai akibat pertumbuhan tumor maka kompensasi penyesuaian diri dapat dilakukan melalui penekanan pada vena intracranial, melalui penurunan volume cairan serebrospinal (melalui peningkatan absorpsi dan menurunkan produksi), penurunan sedang pada aliran darah serebral dan menurunnya masa jaringan otak intraselular dan ekstraselular. Bila kompensasi ini semua gagal, pasien mengalami tanda dan gejala peningkatan TIK. GAMBARAN KLINIS 1) Gejala-Gejala Umum Akibat peninggian tekanan intrakranial. a) Muntah Merupakan gejala tetap dan sering sebagai gejala pertama, timbulnya terutama pagi hari tanpa didahului rasa mual, pada tingkat lanjut, muntah menjadi proyektil. b) Sakit kepala Dijumpai pada 70% penderita yang bersifat serangan ber-ulang-ulang, nyeri berdenyut, paling hebat pagi hari, dapat timbul akibat batuk, bersin dan mengejan. Lokasi nyeri unilateral/bilateral yang terutama dirasakan daerah frontal dan suboksipital. c) Gejala mata o Strabismus/diplopia dapat terjadi karena regangan nervus abdusens. o Edema papil pada funduskopi merupakan petunjuk yang sangat penting untuk tumor intrakranial. Bailey menemukan gejala ini path 80% tumor otak anak d) Pembesaran Kepala Terutama pada anak di bawah umur 2 tahun yang fontanelnya belum tertutup. Gejala ini tidak khas untuk tumor otak, hanya menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial e) Gangguan kesadaran Dapat ringan sampai yang berat. f) Kejang Sangat jarang, kira-kira 15% pada anak dengan tumor supratentorial; pada tumor infratentorial, kejang menunjukkan tingkat yang sudah lanjut. g) Gangguan mental Lebih sering ditemukan pada orang dewasa, terutama bila tumor berlokasi pada lobus frontalis atau lobus temporalis. 2) Gejala-gejala lokal sesuai lokasi tumor a) Tumor infratentorial: karena letaknya di fosa posterior, maka gejala lokal yang ditemukan ialah o Gejala serebelar berupa ataksia, gangguan koordinasi, nistagmus dan gangguan tonus otot. o Gejala batang otak: pada umumnya berat karena pada batang otak terdapat pusat-pusat vital serta pusat saraf kranialis. o Gejala nervi kranialis: akibat peregangan atau penekanan tumor terutama N.VI, juga N.V, VII, IX dan X. b) Tumor Supratentorial: o Tumor Supraselar memberikan gejala utama berupa gangguan penglihatan dan gangguan endokrin/metabolik. o Tumor Hemisfer serebri: Gejala yang timbul bergantung pada lokalisasi tumor di area/lobus hemisfer, umpamanya sindroma lobus frontalis atau sindroma lobus ternporalis. 3) Sifat-sifat beberapa tumor otak : a) Astrositoma serebelar: Merupakan kira-kira 11-30% tumor intrakranial, insidensi umur 3-8 tahun. Lokalisasi pada hemisfer kiri atau kanan, berbentuk kista, tidak invasif dan tidak memberikan metastasis b) Meduloblastoma: Kira-kira 15-25% pada bayi dan anak, insidensi 3-5 tahun, lebih sering pada laki-laki daripada perempuan Lokasi pada vermis serebelum. Paling ganas, sering bermetastasis ke luar susunan saraf pusat. Gejala ataksia pada tumor ini tidak menunjukkan lateralisasi. c) Ependimoma: kira-kira 8% tumor otak; berasal dari ependim dasar ventrikel, bertumbuh ke arah rongga ventrikel yang mengakibatkan obstruksi dini aliran likuor. Sering mengalami kalsifikasi. Gejala utama berupa peninggian tekanan intrakritnial. d) Glioma batang otak : kira-kira 8-20% tumor otak pada anak, dan 75% di antaranya pada umur 7-10 tahun e) Kraniofaringioma: jarang (hanya 4%) tetapi paling sering PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Klinik. 2) Pemeriksaan tambahan, antara lain: a) Foto polos kepala Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosis dan evaluasi suatu tumor otak. Pemeriksaan ini meliputi anteroposterior, lateral dan basiler. Dapat dilihat tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, kalsifikasi atau proses lain dalam kepala. b) Pneumoensefalografi dan ventrikulografi : terutama untuk memberikan informasi mengenai perubahan bentuk ventrikel dan gangguan sirkulasi akibat tumor sekitarnya c) Angiografi : sukar dilakukan pada anak, dapat dilihat adanya perubahan arsitektur vaskular otak. d) Brain Scan: makan waktu 15-30 menit, sukar dipakai pada anak. Digunakan untuk mendeteksi adanya tumor supratentorial, sedangkan tumor infratentorial agak kurang memuaskan hasilnya e) CT scan : paling diandalkan masa kini karena prakis, tidak makan waktu lama dan juga tidak invasif, hanya mahal . Dapat mendeteksi baik tumor supratentorial maupun infratentorial. f) Ekoensefalografi: tidak menunjukkan langsung adanya tumor, tetapi memperlihatkan adanya pergeseran struktur-struktur di garis tengah otak g) Elektroensefalografi: terutama penting untuk mengetahui lokalisasi tumor supratentorial, kira-kira 70% dapat diketahuinya h) Pemeriksaan cairan likuor : tidak dianjurkan pada tumor intrakranial, hanya dapat dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. Cairan likuor dapat diperoleh dengan pungsi ventrikel. Adanya tumor dapat dibuktikan dengan peninggian protein dan adanya sel-sel ganas. Pengobatan Tumor otak 1) Tindakan Pembedahan Bila tidak akan menimbulkan defisit nerologik yang terlalu mengganggu, reseksi total merupakan treatment of choice Tindakan ini bergantung pada sifat, lokalisasi, perluasan dan lamanya berlangsung tumor. 2) Radioterapi Diberikan pada tumor yang radiosensitif, dan biasanya dilakukan setelah reseksi total atau parsial. 3) Kemoterapi Hasilnya masih kurang memuaskan, dan tidak semua obat anti-tumor dapat meliwati sawar darah otak. Titik tangkap kerja obat anti-tumor ialah pada sintesis DNA (replikasi), sintesis RNA dari DNA (transkripsi) dan sintesis protein dari RNA (translasi) Obat-obat yang biasa digunakan pada tumor otak ialah: a) Vinkristin: suatu vinka alkaloid, terutama efektif terhadap leukemia. Hasil baik juga pada meduloblastoma dan glioblastoma. Efek samping ialah toksis terhadap saraf perifer. b) Methotrexate : intratekal, terutama untuk meduloblastoma, ependimoma & astrositoma. c) Sitosin arabinosid: juga dipakai pada tumor otak tetapi hasilnya masih belum diketahui.